SHIFTORBIT — Makkah Angka kematian jemaah pada hari ke-60 pelaksanaan ibadah haji mencapai 418 orang. Angka ini lebih tinggi dari tahun 2024.
Menurut Kementerian Kesehatan RI per 30 Juni 2025, penyakit jantung seperti syok kardiogenik dan gangguan jantung iskemik akut mendominasi penyebab jemaah haji Indonesia meninggal di Tanah Suci. Penyebab lainnya adalah sindrom gangguan pernapasan akut.
Melihat angka kematian pada jemaah haji yang tinggi, Wakil Menteri Haji Arab Saudi, Abdul Fatah Mashat mengingatkan Indonesia untuk menyusun langkah persiapan yang baik di masa mendatang. Tujuannya demi menurunkan serendah-rendahnya angka kematian pada jemaah haji. Hal ini ia sampaikan saat mengunjungi Kantor Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Makkah pada 28 Juni.
“Ini harus menjadi perhatian kita semua dalam menyusun langkah-langkah persiapan yang lebih baik di masa mendatang, termasuk dalam penyaringan, pemantauan, dan pendampingan kesehatan jemaah sejak sebelum keberangkatan,” kata Mashat mengutip keterangan tertulis Kemenkes RI, Selasa, 1 Juli 2025.
Jemaah Haji yang Meninggal Naik, Alarm Tanda Bahaya
Kepala Bidang Kesehatan PPIH Arab Saudi, dr. Mohammad Imran mengatakan tingginya angka kematian ini menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Meningkatnya jemaah haji yang meninggal dunia merupakan alarm tanda bahaya bagi kita semua. Kami perlu memastikan bahwa setiap jemaah yang berangkat benar-benar memenuhi kriteria istitha’ah kesehatan,” kata Imran.
Ia pun meminta dukungan dari pemerintah Arab Saudi untuk mempermudah operasional akses layanan kesehatan selama pelaksanaan ibadah haji.
“Pemerintah Indonesia juga perlu diberikan kemudahan dalam legalitas operasional layanan kesehatan haji selama di Arab Saudi. Persoalan penyelenggaraan kesehatan haji adalah tanggung jawab bersama,” katanya.
Aturan tentang Istitha’ah Kesehatan Jemaah Haji
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah mengatur istitha’ah kesehatan jemaah haji dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/508/2024 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2118/2023 tentang Standar Teknis Pemeriksaan Kesehatan dalam rangka Penetapan Istitha’ah Kesehatan Haji.
Dalam regulasi itu, ada berbagai kriteria untuk memenuhi syarat istitha’ah kesehatan, yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik, kognitif, kesehatan mental, serta kemampuan melakukan aktivitas keseharian.
Implementasi istitha’ah kesehatan yang ketat diharapkan dapat menyaring calon jemaah yang memiliki risiko tinggi atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan menjalani ibadah haji yang menuntut fisik. Tujuannya adalah mengurangi beban pada sistem layanan kesehatan di Tanah Suci dan, yang terpenting, menyelamatkan jiwa.