SHIFTORBIT — Gunungkidul – Aroma mencurigakan beras oplosan kini menyeruak hingga ke Bumi Handayani. Monitoring gabungan yang dilakukan Dinas Perdagangan (Disdag) Gunungkidul bersama Satgas Pangan Polres Gunungkidul mengungkap adanya peredaran produk beras bermasalah di sejumlah titik strategis, dari pasar induk hingga minimarket.
Langkah ini dilakukan menyusul temuan mengejutkan dari hasil investigasi nasional yang dirilis Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan Polri. Sedikitnya 212 merek beras di Indonesia diketahui tidak memenuhi standar mutu. Mulai dari berat kemasan yang tidak sesuai, komposisi yang meragukan, hingga pelabelan yang tidak semestinya.
“Ini bukan hanya soal label, tapi soal kepercayaan publik terhadap pangan yang mereka konsumsi setiap hari,” ujar Kelik Yuniantoro, Kepala Disdag Gunungkidul, di sela-sela monitoring.
Tim gabungan menyisir Pasar Induk Wonosari sebagai titik pertama. Hasilnya, ditemukan beras dalam kemasan yang masa tenggang edarnya telah habis. Meski kualitas beras dinyatakan masih layak konsumsi, kemasannya harus diganti ulang dan diberikan label sesuai ketentuan.
Namun yang lebih memprihatinkan, di salah satu minimarket wilayah kota Wonosari, petugas mendapati produk dari merek yang sedang menjadi sorotan Kementan yang diduga melakukan pengoplosan beras premium. Pihak pengelola minimarket langsung diminta untuk menarik produk dari rak display dan mengembalikannya ke pemasok.
“Ini bentuk respons cepat kami. Tidak hanya soal izin edar, tetapi lebih ke pencegahan agar beras oplosan tidak menyusup ke rumah-rumah warga Gunungkidul,” imbuh Kelik.
Seret Perusahaan Besar
Di tingkat nasional, kasus ini menyeret empat perusahaan besar yang sedang diperiksa Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Mereka adalah Wilmar Group (produsen beras Sania, Sovia, Fortune, Siip), PT Food Station Tjipinang Jaya (merek Setra Ramos dan sejenisnya), PT Belitang Panen Raya (Raja Platinum, Raja Ultima), dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group – merek Ayana).
Dugaan pengoplosan beras ini telah menimbulkan keresahan luas, terutama karena produk-produk tersebut selama ini dikenal sebagai beras premium. Kini kepercayaan publik tengah diuji. Menanggapi hal itu, Disdag Gunungkidul menegaskan akan terus melakukan sidak dan monitoring rutin ke berbagai saluran distribusi pangan di wilayahnya.
Pantauan dan pengawasan akan terus diperketat. Gunungkidul tidak ingin menjadi bagian dari rantai distribusi pangan yang curang. Karena bagi mereka, kualitas hidup warga juga ditentukan dari apa yang mereka makan setiap hari.
“Kami ingin masyarakat Gunungkidul tenang dan yakin bahwa beras yang mereka konsumsi aman dan berkualitas. Ini tugas kami untuk menjamin itu,” pungkas Kelik.